MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

LEARNING CYCLE

 

A.    Sejarah Learning Cycle

Learning Cycle Model (LCM) dikembangkan oleh Robert Karplus. Pada tahun 1977, berdasarkan teori perkembangan yang diperkenalkan oleh pendidik dan psikolog terkenal Jean Piaget. Model ini menggunakan pendekatan berbasis riset (Research-based approach) yang berpusat pada pembelajaran berbasis siswa (Student Centered Learning) (Council et al., 2000). Pada tahun 1901, J.M. Atkin membagikan gagasan Karplus tentang pengajaran sains kepada anak kecil. Kolaborasi mereka mengarah pada pengembangan model penemuan terbimbing yang berfokus pada exploration, invention, and discovery.

Exploration mengacu pada pengalaman yang relatif tidak terstruktur di mana siswa mengumpulkan informasi baru. Invention mengacu pada pernyataan formal, sering kali merupakan definisi dan istilah untuk konsep baru. Setelah eksplorasi, tahap Invention memungkinkan interpretasi informasi yang baru diperoleh melalui restrukturisasi konsep sebelumnya. Fase Discovery melibatkan penerapan konsep baru pada situasi baru lainnya. Selama fase ini, pembelajar terus mengembangkan tingkat organisasi kognitif baru dan berupaya mentransfer apa yang telah dipelajarinya ke situasi baru (Tegegne & Kelkay, 2023).

Pada tahun 1980-an, Lawson dan yang lainnya sedikit memodifikasi istilah model Atkin dan Karplus, meskipun ada perubahan, landasan konseptual Learning Cycle tetap sama. Fase baru yang ditambahkan ke model SCS adalah keterlibatan dan evaluasi. Siklus pembelajaran 5E telah berhasil meningkatkan prestasi siswa dalam sains dan membantu meningkatkan cara belajar siswa. siklus pembelajaran 5E telah lebih berhasil dari yang dibayangkan ketika pertama kali dikembangkan dan diakui secara internasional dan diterapkan pada disiplin ilmu lain selain sains; diadaptasi oleh pengembang kurikulum di luar BSCS, dan digunakan oleh guru sains di semua tingkatan (Bybee, 2016). Model ini secara bertahap menjadi model pengajaran penyelidikan dan pengembangan kurikulum yang paling banyak digunakan, dikenal sebagai "standar global untuk pengembangan kurikulum sains." Berdasarkan pada 5E LCM, model alternatif seperti 3E, 4E, 7E, dan 9E telah dikembangkan dan digunakan di setiap tahap pendidikan sains (Jian et al., 2023).

 

 

 

 

B.     Komponen Learning Cycle

1.      Rasional Teoritik

Dasar pemikiran logis dari model ini didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dan teori perkembangan Jean Piaget (Abamba, 2021).

2.      Fokus

Fokus model siklus pembelajaran adalah pada keterlibatan aktif siswa dalam mengkonstruksi pemahamannya sendiri terhadap suatu topik. Pendekatan ini menekankan pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri dan bukan sekadar menerima informasi dari guru. Secara keseluruhan, model siklus belajar berfokus pada transformasi siswa dari pembelajar pasif menjadi peserta aktif dalam proses pembelajaran. Ini membekali mereka dengan keterampilan dan pengetahuan untuk tidak hanya memahami konsep tetapi juga menerapkannya dalam situasi baru.

3.      Sintaks

Tahapan-tahapan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan model yang berupa kegiatan proses, dan hal yang terjadi selanjutnya. Awalnya, model pembelajaran learning cycle terdiri dari tiga tahap, yaitu:

a.        Eksplorasi (Exploration): Siswa secara aktif mengamati dan menyelidiki objek atau fenomena untuk membangun pemahaman awal.

b.       Eksplanasi (Explanation): Guru memberikan penjelasan konseptual untuk melengkapi pengetahuan yang diperoleh siswa selama eksplorasi.

c.        Elaborasi/ perluasan (Elaboration/Extention): Siswa menerapkan pengetahuan yang diperoleh ke situasi atau masalah baru.

Seiring perkembangannya, model learning cycle berevolusi menjadi model yang lebih lengkap, yaitu model 5E yang menambahkan dua tahap lagi. Fase 5E adalah sebagai berikut:

a.      Engage

Tahap ini merupakan langkah awal dalam siklus pembelajaran 5E. Pada tahap ini, guru berupaya membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa tentang topik yang akan diajarkan. Ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang masalah yang terkait dengan topik yang akan dipelajari. Siswa memberikan respons atau jawaban, yang kemudian dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang topik tersebut. Selanjutnya, guru perlu mengidentifikasi apakah ada kesalahan konsep yang dimiliki oleh siswa.

b.      Explore

Kegiatan eksplorasi bertujuan agar siswa dapat memiliki pengalaman bersama yang konkret dalam kelas, yang menjadi dasar bagi perkembangan konsep, proses, dan keterampilan mereka. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman yang dapat digunakan guru dan siswa untuk memperkenalkan secara formal konsep, proses, atau keterampilan. Selama kegiatan, siswa memiliki waktu untuk menjelajahi objek, peristiwa, atau situasi. Melalui keterlibatan mental dan fisik dalam kegiatan tersebut, siswa membangun hubungan, mengamati pola, mengidentifikasi variabel, dan mempertanyakan peristiwa. Guru berperan sebagai fasilitator atau pelatih dalam tahap eksplorasi, memberikan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki objek, materi, dan situasi berdasarkan gagasan mereka sendiri tentang fenomena yang dipelajari. Apabila diperlukan, guru dapat membimbing siswa saat mereka mulai merumuskan penjelasan mereka sendiri.

c.       Explain

Explanation mengacu pada tindakan atau proses di mana konsep, proses, atau keterampilan menjadi jelas, dapat dimengerti, dan terang. Proses penjelasan memberikan penggunaan bersama bagi siswa dan guru terkait tugas pembelajaran. Pada tahap ini, guru mengarahkan perhatian siswa pada aspek-aspek tertentu dari pengalaman keterlibatan dan eksplorasi. Pertama, guru meminta siswa untuk memberikan penjelasan mereka sendiri. Kedua, guru memperkenalkan penjelasan ilmiah atau teknologis secara langsung, eksplisit, dan formal. Penjelasan adalah cara untuk mengatur pengalaman eksplorasi. Guru sebaiknya memulai bagian awal tahap ini berdasarkan penjelasan siswa dan menghubungkan dengan jelas penjelasan tersebut dengan pengalaman di fase keterlibatan dan eksplorasi dari model instruksional. Kunci dari tahap ini adalah menyajikan konsep, proses, atau keterampilan secara singkat, sederhana, jelas, dan langsung dan melanjutkan ke tahap berikutnya. Guru memiliki beragam teknik dan strategi untuk mengajukan dan mengembangkan penjelasan siswa. Pendidik umumnya menggunakan penjelasan verbal, tetapi ada banyak strategi lain, seperti video, film, dan perangkat lunak pembelajaran. Tahap ini melanjutkan proses pengaturan mental dan memberikan istilah-istilah untuk penjelasan. Pada akhirnya, siswa seharusnya dapat menjelaskan pengalaman eksplorasi dan pengalaman yang telah mereka alami dengan menggunakan istilah-istilah umum. Siswa tidak akan langsung mengungkapkan dan menerapkan penjelasannya—belajar membutuhkan waktu.

d.      Elaboration

Setelah siswa memiliki penjelasan dan istilah untuk tugas pembelajaran mereka, penting untuk melibatkan mereka dalam pengalaman lebih lanjut yang memperluas atau menjelaskan konsep, proses, atau keterampilan. Tahap ini memudahkan transfer konsep ke situasi baru yang terkait erat. Kadang-kadang, siswa mungkin masih memiliki pemahaman yang salah, atau mereka mungkin hanya memahami sebuah konsep dalam konteks pengalaman eksplorasi. Aktivitas elaborasi memberikan waktu dan pengalaman tambahan yang berkontribusi pada pembelajaran.

Audrey Champagne (1987) memberikan deskripsi yang jelas tentang tahap ini: Selama tahap elaborasi, siswa terlibat dalam diskusi dan kegiatan pencarian informasi. Tujuan kelompok adalah untuk mengidentifikasi dan menjalankan sejumlah kecil pendekatan yang menjanjikan terhadap tugas tersebut. Selama diskusi kelompok, siswa menyajikan dan membela pendekatan mereka terhadap tugas pembelajaran. Diskusi ini menghasilkan definisi yang lebih baik dari tugas serta identifikasi dan pengumpulan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Siklus pengajaran tidak tertutup terhadap informasi dari luar. Siswa mendapatkan informasi dari satu sama lain, guru, bahan cetak, ahli, basis data elektronik, dan eksperimen yang mereka lakukan. Ini disebut basis informasi. Sebagai hasil dari partisipasi dalam diskusi kelompok, siswa dapat mengelaborasi pemahaman mereka terhadap tugas, basis informasi, dan strategi yang mungkin untuk menyelesaikannya.

Perhatikan penggunaan interaksi dalam kelompok siswa sebagai bagian dari proses elaborasi. Diskusi kelompok dan situasi pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan bagi siswa untuk menyatakan pemahaman mereka tentang subjek dan menerima umpan balik dari orang lain yang sangat dekat dengan tingkat pemahaman mereka sendiri. Tahap ini juga merupakan kesempatan untuk melibatkan siswa dalam situasi dan masalah baru yang membutuhkan transfer penjelasan yang identik atau serupa. Umumnya, generalisasi dari konsep, proses, dan keterampilan adalah tujuan utama.

e.       Evaluation

Ini adalah kesempatan penting bagi siswa untuk menggunakan keterampilan yang mereka pelajari dan mengevaluasi pemahaman mereka. Selain itu, siswa harus menerima umpan balik tentang kecukupan penjelasan mereka. Evaluasi informal dapat terjadi pada awal dan sepanjang urutan 5E. Guru dapat melakukan evaluasi formal setelah tahap elaborasi. Secara praktis, guru harus menilai hasil pendidikan. Ini adalah tahap di mana guru memberikan penilaian untuk menentukan tingkat pemahaman setiap siswa.

Eisenkraft, seorang pendidik Amerika, memperluas model pembelajaran LCM 5E menjadi LCM 7E. Model ini memperluas tahap "Engage" menjadi "Elicit" dan "Engage". Tahap Elicit berfungsi sebagai titik awal di mana guru memaparkan prakonsep siswa melalui situasi belajar baru atau kegiatan bermakna. Sesudahnya, tahap Engage menghubungkan konsep-konsep sebelumnya dengan konten baru. Tiga tahap berikutnya sebagian besar mirip dengan LCM 5E, dengan tambahan tahap Extend di bagian akhir. Tahap ini didesain untuk merefleksikan, mengeksplorasi, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang dipelajari (Eisenkraft, 2003).

Kaur dan Gakhar (2014) menyarankan penggunaan model pembelajaran dan pengajaran 9E. Penambahan fase Echo (E5) yaitu fase praktik atau revisi adalah tahap di mana siswa memperkuat pemahaman mereka terhadap materi yang telah dipelajari selama tahap eksplorasi dan penjelasan. Guru memastikan pemahaman siswa dan memberikan umpan balik atau bantuan yang diperlukan. Hasil dari fase ini digunakan pada tahap elaborasi. Selain itu, diperkenalkan konsep baru yang disebut Emend (E8). Fase ini bertujuan untuk menghilangkan ambiguitas dalam proses pembelajaran dengan memperbaiki metode pengajaran dan pembelajaran, meningkatkan efektivitas keseluruhan proses. Ada juga E-search (E9), Ini mencakup penggunaan teknologi dalam penyampaian pendidikan, dengan berbagai teknik penelitian yang dapat dimanfaatkan, seperti riset internet, presentasi PowerPoint. Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam observasi, klasifikasi, komunikasi, dan kemampuan teknis.

4.      Sistem sosial

Interaksi siswa-guru: Ada komunikasi yang terus-menerus antara siswa dan guru. Siswa dapat bertanya, meminta penjelasan, dan membagikan temuan mereka sepanjang proses pembelajaran. Guru memberikan bimbingan, umpan balik, dan pertanyaan untuk mendorong siswa berpikir lebih dalam.

Interaksi siswa-siswa: Siswa secara aktif berinteraksi satu sama lain selama fase eksplorasi, penjelasan, dan elaborasi. Mereka berbagi pengamatan, mendiskusikan temuan, dan menjelaskan pemikiran mereka. Interaksi ini mendorong pemikiran kritis dan membantu memperkuat pemahaman.

5.      Prinsip Reaksi

Guru bertugas sebagai fasilitator dan siswa sebagai pusat pembelajaran. Hal ini karena model ini menekankan pada pembelajaran aktif, eksploratif, dan konstruktif, di mana siswa bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri dan guru berperan sebagai pemandu dan pendukung.

6.      Sistem Pendukung

Guru harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk merancang, memfasilitasi, dan mengevaluasi pembelajaran berbasis siklus pembelajaran, kualitas bahan ajar yang sesuai, serta teknologi maupun media yang mendukung pembelajaran.

7.      Dampak

Dampak instruksional model ini meliputi penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir kritis, keterampilan kognitif, interpersonal, dan psikomotor. Dampak pengiring seperti peningkatan motivasi belajar, pengembangan sikap ilmiah, keterampilan meta-kognitif, kreatif, dan kepercayaan diri.


DAFTAR PUSTAKA

 

Abamba, I. (2021). The effects of School location on students’ academic achievement in senior secondary physics based on the 5E learning cycle in Delta State, Nigeria. LUMAT: International Journal on Math, Science and Technology Education, 9(1), Art. 1. https://doi.org/10.31129/LUMAT.9.1.1371

Bybee, R. W. (2016). The BSCS 5E Instructional Model: Creating Teachable Moments. SAGE Publications.

Council, N. R., Education, C. for S., Mathematics, and Engineering, & Inquiry, C. on D. of an A. to the N. S. E. S. on S. (2000). Inquiry and the National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. National Academies Press.

Eisenkraft, A. (2003). Expanding the 5E model. The Science Teacher, 70(6), 56.

Jian, M., Jin, D., & Wu, X. (2023). Research hotspots and development trends of international learning cycle model:Bibliometric analysis based on CiteSpace. Heliyon, 9(11), e22076. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2023.e22076

Kaur, P., & Gakhar, A. (2014). 9E model and e-learning methodologies for the optimisation of teaching and learning. 2014 IEEE International Conference on MOOC, Innovation and Technology in Education (MITE), 342–347.

Tegegne, T. A., & Kelkay, A. D. (2023). Comparative study of using 5E learning cycle and the traditional teaching method in chemistry to improve student understanding of water concept: The case of primary school. Cogent Education, 10(1), 2199634. https://doi.org/10.1080/2331186X.2023.2199634


Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM PREPARASI KALIUM NITRAT DAN NATRIUM KLORIDA

SINTESIS DAN PENENTUAN RUMUS MOLEKUL SENYAWA KOMPLEKS BESI(II)OKSALAT

Penentuan Kadar Besi (Fe) dengan Spektroskopi Serapan Atom