METODE ANALISIS PROTEIN
A. Protein
Protein merupakan makromolekul yang banyak terdapat pada sel hidup dan tersusun dari asam-asam amino yang disintesisis berdasarkan kode yang terbawa oleh informasi genetic yang berupa urutan nukleotida yang disebut kodon. Protein merupakan polipeptida berbobot molekul tinggi dari asam L-amino yang disintesis oleh sel hidup; biopolymer ini mempunyai jangka yang lebar dalam hal bobot molekul, kompleksitas struktur, dan sifat fungsionalnya.protein memainkan peran yang snetral dalam sistem biologi. Meskipun informasi evolusi dan organisasi bbiologi sel terkandung dalam DNA, tetapi proses kimia dan biokimia yang memelihara kehidupan sel/organisme dilakukan secara eksklusif oleh enzim. Untuk mengungkapkan seberapa pentingnya makromolekul ini secara biologi maka dinamakan sebagai protein, yang diambil dari kata Bahasa Yunai “proteois”, yang berarti jenis yang pertama.
Protein memiliki
jenis yang sangat bervariasi serta memiliki berbagai fungsi biologi karena merupakan
instrumen molekuler hasil ekspresi materi genetik. Masing-masing protein yang
berbeda yang mencirikan satu sifat nyata dari organisme dan membawa fungsi
spesifik yang ditentukan oleh gen yang sesuai. Semua protein dibangun dari
rangkaian dasar 20 asam amino yang berikatan secara kovalen dalam urutan yang
khas.
Protein merupakan
bagian dari kelompok senyawa organik kompleks, karena terdiri dari gabungan
asam-asam amino dalam ikatan peptida yang mengandung C, H, N, O dan
kadang-kadang S. Protein adalah konstituen dasar protoplasma dari seluruh sel
dan esensial bagi kehidupan. Banyak protein mengandung ion-ion logam yan gikut
serta dalam kompleks koordinasi dengan gugus-gugus pada rantai samping.
Protein adalah zat
makanan mengandung nitrogen yang menjadi faktor penting bagi fungsi tubuh.
Protein merupakan komponen terbesar yang terdapat di dalam tubuh setelah air.
Fungsi utama dalam mengkonsumsi protein adalah agar kebutuhan nitrogen dan asam
amino terpenuhi untuk sintesis protein tubuh dan substansi lain yang mengandung
nitrogen. Kekurangan
protein dapat menjadi
penyebab retardasi pertumbuhan, pengecilan otot, edema, dan penumpukan cairan
dalam tubuh anak-anak (Bakhtra et al., 2017)
B.
Analisis
Kualitatif
Analisis kualitatif protein bertujuan untuk mengetahui keberadaan
suatu unsur atau senyawa kimia baik organik maupun anorganik,
dalam hal ini adalah kandungan protein (-NH3) dapat dilakukan dengan
beberapa reaksi warna seperti dengan pereaksi ninhidrin, pereaksi biuret, dan
pereaksi millon.
1. Reaksi Ninhidrin
Uji Ninhidrin
bertujuan untuk membuktikan
keberadaan asam amino
bebas dalam zat
yang diuji (Ata et al., 2016). Protein
yang telah dilarutkan dan ditambah dengan pereaksi ninhidrin akan membentuk
warna biru. Contohnya adalah reaksi antara ninhidrin dengan gugus amina primer
membentuk warna ungu yang disebut juga dengan ungu Ruhemann karena ditemukan
oleh Siegfried Ruhemann pada tahun 1910.
Pada uji ninhidrin warna ungu pada larutan disebabkan karena adanya reaksi yang terjadi antara α-amino acids dengan ninhidrin. Senyawa ninhidrin yang bersifat oksidasi tinggi menyebabkan terjadinya dekarboksilasi oksidatif terhadap α-amino acids, menghasilkan hidrindantin, CO2, NH3, dan aldehid. Bergabungnya senyawa NH3, hidrindantin dan ninhidrin tersebutlah yang memberikan warna biru/ungu pada larutan (Pradifta et al., 2021).
2.
Reaksi
Biuret
Pereaksi yang telah dilarutkan ditambah dengan
pereaksi Biuret (larutan CuSO4; Kalium Natrium Tartrat; dan NaOH)
maka akan terbentuk warna ungu. Perubahan
warna tersebut terjadi karena adanya pembentukan
kompleks antara Cu2+ pada pereaksi biuret yang berikatan dengan gugus amino N-peptida pada suasana basa.
Ion
Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan
polipeptida pada protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu
(Suardi et al., 2020). Uji biuret ini umum bagi protein dan positif untuk semua
senyawa yang mengandung dua atau lebih ikatan peptida, sedangkan di ikatan
peptida, urea dan asam amino kecuali serin dan threonine akan memberikan reaksi
negatif. Pada uji biuret bila penambahan tembaga sulfat semakin banyak, maka
warna ungu akan menjadi kebiruan (Monika, 2011).
3.
Reaksi
Millon
Protein ditambahkan larutan merkuro nitrat Hg2(NO3)2
dan asam nitrat pekat maka akan terbentuk warna merah. Adanya warna merah ini
disebabkan oleh oksidasi asam nitrat pada asam amino yang memiliki gugus OH
seperti tirosin. Ion-ion organic seperti NH4+ dan Cl-
mampu mengganggu uji ini. oleh sebab itu, uji ini tidak bermanfaat unutk
analisis air kemih. Uji ini khas untuk asam amino yan gmemiliki gugus
hidroksifenil (Dirga, 2018)
C.
Analisis
Kuantitatif
Analisis kuantitatif protein dan asam amino dapat
dilakukan dengan beberapa metode, yakni: volumetri, sperktrofotometri,
spektrofluorometri, turbidimetri, pengikatan zat warna (dye binding method),
dan kromatografi.
1.
Metode
Volumetri
a. Metode Kjeldahl
Metode
ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Kandungan protein dapat
dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap nitrogen
untuk sampel yang dianalisis. Sampel terlebih dahulu didestruksi dengan asam
sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan
menghasilkan ammonium sulfat. Setelah ditambahkan alkali kuat, ammonia yang
terbentuk didestilasi uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan
selanjutnya ditetapkan secara titrasi. Metode ini cocok digunakan secara semi
mikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit serta
waktu analisis yang pendek.
Metode
Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak larut atau protein
yang sudah mengalami koagulasi akibat proses pemanasan maupun proses pengolahan
yang yang biasa dilakukan pada makanan.
Perhitungan
kadar protein dapat dihitung melalui rumus berikut ini:
Keterangan:
Vc = volume titrasi sampel
Vb =volume titrasi blangko
N
HCl = normalitas Asam Klorida
untuk titrasi
bst
N = bobot setara nitrogen (14
mg/mmol)
b.
Titrasi
Formol
Pada
titrasi formol digunakan formaldehid untuk menutup gugus amin dan membentuk
metilol. Metode ini digunakan untuk penetapan kadar protein dalam susu secara
cepat. Oleh karena protein mempunyai gugus karboksilat dan gugus amina, maka
protein bersifat netral. Bila gugus -NH2 dinonaktifkan oleh
formaldehid menjadi bentuk dimetilol, gugus karboksilat akan bereaksi sebagai
asam yang selanjutnya dapat dititrasi secara alkalimetri dengan larutan baku
NaOH (Mukhoyaroh, 2015).
2.
Metode
Gasometri
Metode gasometri dari Van Slyke lebih selektif
daripada metode Kjeldahl karena metode ini digunakan untuk amin alifatik
primer. Metode ini didasarkan pada rekasi antara amin alifatik primer dengan
asam nitrit menghasilkan gas N2. Gugus alfa amino primer dari asam
amino bereaksi dengan asam nitrit dan menghasilkan gas nitrogen. Asam nitric
ini dibuat dengan mereaksikan natrium nitrit dengan asam asetat. Gas nitrogen
yang terjadi dimurnikan dengan mengalirkannya pada kalium permanganate, lalu
dikumpulkan dan diukur volumenya.
3.
Metode
Spektrofotometri
Metode ini hanya dapat digunakan untuk protein
terlarut. Pada penetapan kadar protein secara sepktrofotometri, digunakan bovin
serum albumin (BSA) sebagai pembanding karena memberikan reprodusibilitas yang
tinggi.
a.
Spektrofotometri
UV
Asam amino
penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin, dan fenilanin yang
mempunyai gugus atomatik. Triptofan mempunyai absorbansi maksimum pada Panjang
gelombang 280 nm, sementara tirosin mempunyai absorbansi maksimum pada Panjang
gelombang 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan berada di Panjang
gelombang yang lebih pendek.
Absorbsi sinar
pada 280 nm dapat digunakan untuk perkiraan konsentrasi protein dalam larutan.
Supaya hasilnya lebih teliti maka perlu dikoreksi oleh kemungkinan adaya asam
nukleat dengan melakukan pengukuran pada absorbansi dengan Panjang gelombang
260 nm. Pengukuran pada Panjang gelombang 260 nm bertujuan untuk melihat
kemungkinan kontaminasi protein oleh asam nukleat. Rasio absorbansi pada Panjang
gelombang 280/260 menetukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
b.
Metode
Spektrofotometri Sinar Tampak (Visible)
Protein dapat
ditetapkan kadarnya secara septrofotometri sinar tampak (visible) dengan
menambah pereaksi tertentu.
1)
Metode
Biuret
Penetapan
kadar protein dengan menggunakan metode Biuret berdasarkan kenyataan bahwa dua
atau lebih ikatan peptida dapat berikatan secara kovalen koordinasi dengan ion
Cu2+ dari tembaga (II) sulfat yang berasal dari pereaksi Biuret
dalam suasana basa. Ion tersebut berikatan dengan dua atom nitrogen dan dua
atom oksigen dari dua ikatan peptida membentuk senyawa kompleks yang berwarna
ungu yang dapat diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.
Intensitas warna tersebut berbanding lurus dengan konsentrasi protein, sehingga
semakin meningkat intensitas warnanya maka konsentrasi protein juga semakin
besar (Yenrina, 2015)
2)
Metode
Folin- Ciocalteu
Metode
ini berdasarkan pada reduksi pereaksi folin (asam fosfomolibdat -asam
fosfotungstat) oleh gugus fenol pada tirosin dan triptofan yang ada dalam
protein yang dianalissi menghasilkan “molybdenum blue” yang berwarn abiru
sehingga mampu diukur intensitasnya dengan kolorimetri. Metode ini cepat dan
peka, lebih peka dibandingkan sepktrofotometri UV maupun Biuret, tetapi metode
ini dinilai kurang stabil. Sebagai baku digunakan tirosin dan warna yang
terjadi tergantung pada macam protein.
3)
Metode
Lowry
Metode
Lowry dikembangkan kurang lebih 45 tahun yang lalu. Metode ini merupakan
pengembangan dari metode Biuret, dengan penambahan pereaksi asam fosfomolibdat
dan asam fosfotungstat. Adanya inti aromatis pada asam amino triptopan,
tirosin, dan fenilalanin yang menyusun protein tersebut akan mereduksi
fofmolibdat menjadi molbdeum yang berwarna biru yang jika digabung dengan warna
yang terbentuk dari pereaksi lain yang digunakan pada metode ini maka dapat
diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Metode Lowry ini lebih
sensitif dibanding metode Biuret (Dewi, 2020).
4.
Metode
spektrofluorometri
Asam amino tirosin dan triptofan dapat berfluoresensi
dengan Panjang gelombang eksitasi 280 nm dan Panjang gelombang emisi 348 nm.
Keuntungan metode sepktrofluorometri adalah lebih sensitif dibandingkan dengan
metode spektrofotometri UV, karena pada metode spektrofluorometri, kadar yang
kecil mampu memberikan respon absorbs yang lebih tajam. Di samping itu, metode
ini juga lebih selektif karena tidak semua senyawa bisa berfluororesensi.
5.
Metode
Turbidimetri
Protein dapat diendapkan dengan pereaksi tertentu
sehingga timbul kekeruhan. Untuk dapat dilakukan analisis dengan metode ini,
protein harus dalam bentuk larutan. Oleh karena itu, protein diendapkan
terlebih dahulu dengan ditambahkan bahan pengendap protein seperti: asam
trikloroasetat (CCl3COOH), kalium feri sianida (K3Fe(CN)6),
asam sulfosalisilat, atau pereaksi Nessler (K2HGI4)yang
bila bereaksi dengan protein membentuk OHgHgNH2I yang keruh dan
berwarna coklat).
Kurva
baku dibuat dengan menghubungkan antara kekeruhan dengan kadar protein.
Kekeruhan sampel diibandingkan dengan kurva baku. Makin keruh sampel berarti
makin tinggi kadar protein.
6.
Metode
Pengikatan Zat Warna (dye binding method)
Gugus polar dalam protein mampu mengikat zat warna
yang bermuatan berlawanan dengan muatan pada protein membentuk kompleks
protein-zat warna yang tidak larut. Zat warna yang bersifat basa mengikat gugus
sidik pada permukaan protein seperti pada asam gluatamat dan asam aspartat. Zat
warna yang memiliki gugus asam seperti COO- dan SO3-
akan mengikat rantai samping asam amino yang bersifat basa seperti lisin,
histidine, dan arginin. Prinsip metode ini adalah pada konsisi pH rendah, gugus
yang bersifat basa dari protein bermuatan positif akan terikat secara
kuantitatif dengan gugus yang bersifat asam (bermuatan negatif) yang terpadat
pada zat warna.
7.
Metode
Kromatografi
Asam-asam amino yang menyusun suatu protein dapat
ditetapkan kadarnya dengan kromatografi, baik dengan menggunakan
KLT-densitometri (bersifat semi-kuantitatif) atau dengan kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT) serta dengan kromatografi gas (KG)
Sebelum
asam amino dianalisis, protein harus lebih dahulu dihidrolisis sehingga
menghasilkan asam amino bebas. Masalah yang perlu diperhatikan adalah rusaknya
asam amino selama hidrolisis. Oleh karena itu, selama hidrolisis harus
dilakukan secara hati-hati sehingga asam aminonya tidak rusak.
a.
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Kertas
Berbagai macam
metode KLT telah digunakan secara luas untuk pemisahan dan analisis
semi-kuantitatif asam-asam amino, baik dalam bentuk derivatnya atau asam amino
yang tidak dilakukan derivatisasi. Kedua teknik ini tergantung pada perbedaan
migrasi asam-asam amino secara individual pada fase diam. meskipun demikian,
kedua metode ini sudah jarang digunakan akrena telaha da metode KCKT dan KG
yang lebih dapat dipercaya.
Seperti yang telah
diketahui bahwa asam-asam amino bebas tidak berwarna. Maka dari itu, perlu
dilakukan derivatidasi agar asam amino menjadi derivatnya yang dapat berwarna
atau dapat dideteksi dengan sinar UV.
b.
Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
KCKT merupakan metode pilihan untuk analisis asam-asam amino disebabkan KCKT merupakan metode yang serba guna, mempunyai kapasitas yang tinggi, dan dapat dipercaya. Kebanyakan asam amino tidak memiliki serapan baik di daerah ultravioleh atau di daerah visible, maka asam-asam amino tidak dapat dideteksi dengan menggunakan detector spektrofotometer UV-Vis yang merupakan detektor yang paling banyak digunakan dalam KCKT (Rahayu et al., 2021).
Komentar
Posting Komentar